IMPLEMENTASI
NILAI PANCASILA DAN REALISASI PANCASILA YANG OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF
A.
PENDAHULUAN
1.
Ketuhanan Yang
Maha Esa
a.
Bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha
Esa.Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dankepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab
b.
Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c.
Membina
kerukunan hidu di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa
d.
Agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
e.
Agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
f.
Mengembangkan
sikap saling menghormati atas agama masing masing yang di anutnya.[1]
2.
Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab
a.
Mengakui dan
memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Mengembangkan
sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
c.
Mengembangkan
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
d.
Gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan.
e.
Berani membela
kebenaran dan keadilan.
f.
Bangsa
Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
g.
Mengakui
persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban
h.
manusia,tanpamembedan,keturrunan,agama,kepercayaan,jeniskelamin
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.
Persatuan
Rakyat Indonesia
a.
Mampu
menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.
Sanggup dan
rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c.
Mengembangkan
rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d.
Mengembangkan
rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e.
Memelihara
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.[2]
4.
Kerakyatan yang
di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
a.
Sebagai warga
negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama.
b.
Tidak boleh
memaksakan kehendak kepada orang lain.
c.
Mengutamakan
musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d.
Musyawarah
untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e.
Menghormati dan
menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f.
Dengan i’tikad
baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
g.
Di dalam
musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
h.
Musyawarah
dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i.
Keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
5.
Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a.
Mengembangkan
perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.[3]
b.
Mengembangkan
sikap adil terhadap sesama.
c.
Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d.
Menghormati hak
orang lain.
e.
Suka memberi
pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f.
Tidak
menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang
lain.
g.
Tidak
menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah.
h.
Tidak
menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan
umum. Suka bekerja keras.
i.
Suka menghargai
hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
j.
Tidak
membedakan seseorang dari segi Ras atau suku,mereka sama sensib dan
sepenanggungan.
k.
Menjaga tali
persaudaraan antar suku di daerahnya masing-masing.
l.
Bangsa rakyat
indonesia di wajiblan ikut serta dalam bela negara.
m.
Menjunjung
tinggi dan mengharumkan nama baik bangsa indonesia.
n.
Kepribadian
yang berupa sifat-sifat hakikat kemanusiaan ”monupluralis”jadi sifat-sifat
kemanusiaan yang abstrak umum universal. Dalam pengertian ini disebut
kepribadian kemanusiaan, karena termasuk jenis manusia, dan memiliki sifat
kemanusiaan.
o.
Kepribadian
yang mengandung sifat kemanusiaan, yang telah terjelma dalam sifat khas
kepribadian bangsa Indonseia (pancasila) dan ditambah dengan sifat-sifat tetap
yang terdapat pada bangsa Indonesia, ciri khas, karakter, kebudayaan dan lain
sebagainnya.[4]
B.
PEMBAHASAN
1.
Implementasi
Pancasila dari Masa ke Masa
a.
Masa Orde Lama.
Pada masa Orde lama, Pancasila
dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi
oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan
dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam
suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka.
Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila
terutema dalam sistem kenegaraan yang bermartabat, Pancasila diimplementasikan
dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode
implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode
1950-1959, dan periode 1959-1966. Pada periode 1945-1950, implementasi
Pancasila bukan saja menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya
untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI
melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan
negara dengan dasar islam. Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih
tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan kemerdekaan
indonesia,Namun setelah penjajah dapat diusir, persatuan mulai mendapat
tantangan.
Sistem ini menyebabkan tidak adanya
stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan
adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil.[5]
Pada periode 1950-1959, walaupun
dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat bukan berjiwakan
musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya
yang liberal sehingga lebih menekankan hak-hak individual. Pada periode ini
persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya
pemberontakan RMS,PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Dalam bidang politik, demokrasiberjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu
1955 yang dianggap paling demokratis.
Tetapi anggota Konstituante hasil
pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan
krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan
Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku,dan
kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila
selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang
ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.Pada periode 1956-1965, dikenal
sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan
rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada
kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan
penafsiranterhadap Pancasila dalam konstitusi.
Akibatnya Soekarno menjadi otoriter,
diangkat menjadi presiden seumur hidup, politikkonfrontasi, menggabungkan
Nasionalis, Agama, dan Komunis,yang ternyata
tidak cocok bagi NKRI.[6]
Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian
masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila,dan berusaha
untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.
Dalam mengimplentasikan Pancasila,
Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK.
Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang
teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin
dan kepribadian nasional.
Hasilnya terjadi kudeta PKI dan
kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati
di dunia internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan
dapatditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan
sebagai ideology otoriter,konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi
bagi rakyat.
b.
Masa Orde Baru.
Orde baru berkehendak ingin
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik
terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila.
Situasi internasional kala itu masih
diliputi konflik perang dingin. Situasi politik
dan keamanan dalam negeri kacau dan
ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang
sulit,memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan
kepentingan strategi dan politik di arena internasional seperti yang dilakukan
oleh Soekarno.[7]
Dilihat dari konteks zaman, upaya
Soeharto tentang Pancasila, diliputi oleh paradigma yang esensinya adalah
bagaimana menegakkan stabilitas guna mendukung rehabilitasi dan pembangunan
ekonomi. Istilah terkenal pada saat itu adalah stabilitas politik yang dinamis
diikuti dengan trilogi pembangunan.
Perincian pemahaman Pancasila itu
sebagaimana yang kita lihat dalam konsep P4 dengan esensi selaras,serasi dan
seimbang.Soeharto melakukan ijtihad politik dengan melakukan pemahaman
Pancasila melalui apa yang disebut dengan P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Itu tentu saja didasarkan
pada pengalaman era sebelumnya dan situasi baru yang dihadapi bangsa.
Pada awalnya memang memberi angin
segar dalam pengamalan Pancasila, namun beberapa tahun kemudian
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa
Pancasila.
Walaupun terjadi peningkatan
kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari dunia internasional, Tapi kondisi
politik dan keamanan dalam negeri tetap rentan, karena pemerintahan
sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan
kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi akhirnya
tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh
aparat pemerintah atau negara.
Pancasila seringkali digunakan
sebagai legimitator tindakan yangmenyimpang Ia dikeramatkan sebagai alasan
untuk stabilitas nasional daripada sebagai ideologi yang memberikan ruang
kebebasan untuk berkreasi. Kesimpulan,Pancasila selama Orde Baru diarahkan
menjadi ideology yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas
tunggal pada pemerintah dan demi persatuan dan kesatuan hak-hak demokrasi
dikekang.[8]
c.
Masa Orde
Reformasi
Seperti juga Orde Baru yang muncul
dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan
demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang
dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit
maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul
dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain.
Penegakan hukum sudah mulai lebih
baik daripada masa Orba,Namun, sangat disayangkan para elit politik yang
mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan
hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap,
dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat.
Namun,disisilain justru menimbulkan
semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar
kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan
pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yangberpotensitindakankekerasan.[9]
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi
adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit, munculnya indikasi
tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai
suatu ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara.
Padahal seperti diketahui Pancasila
sebagai sistem yang terdiri dari lima sila (sikap,prinsip,pandangan hidup) dan
merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari
kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan
budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa
persatuan, sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan
kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan
adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik
vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik
yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa
dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh
nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari
kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Reformasi yang baru berjalan
beberapa tahun telah memiliki empat Presiden.Pergantian presiden sebelum
waktunya karena berbagai masalah.Pada era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan
Megawati Soekarno Putri, Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar
dan ideologi negara, tapi hanya sebatas pada retorika pernyataan politik.[10]
Ditambah lagi arus globalisasi dan
arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi
tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan
pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
2.
Implementasi
Pancasila di Berbagai Bidang
a.
Bidang Politik
dan Hukum
Partai politik di Indonesia selain
sebagai pilar demokrasi yang memiliki peran sebagai sarana artikulasi,
komunikasi dan sosialisasi aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, sebagai
arena pendidikan politik rakyat dan pembentuk kader bangsa serta sebagai sarana
penyelesaian konflik, kegiatannya harus selalu dalam kerangka acuan (frame of
reference) Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian partai politik di Indonesia
harus bertujuan sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional.
b.
Bidang
Sosial-Budaya
Implementasi konsep, prinsip dan
nilai Pancasila dalam bidang sosial budaya diantaranya adalah sebagai berikut :
1)
Bangsa yang
berbudaya Pancasila adalah bangsa yang berpegang pada prinsip
religiositas,pengakuan bahwa manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka manusia hendaknya mampu
menempatkan diri secara tepat dalam hubungan dengan Tuhannya.[11]
2)
Pertama ia
harus yakin akan adanya Tuhan sebagai kekuatan gaib, yang menjadikan alam
semesta termasuk manusia, yang mengatur danmengelolanya sehingga terjadi
keteraturan, ketertiban dan keharmonian dalam alam semesta.Kedua, sebagai
akibat dari keyakinannya itu, maka manusia wajib beriman dan bertakwa
kepada-Nya, yakni mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya.
3)
Bangsa yang
berbudaya Pancasila berpandangan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan dikaruniai
berbagai kemampuan dasar, dengan kapasitas rasional dan memiliki hati nurani,
yang membedakan manusia dari makhluk lain ciptaan Tuhan. Kemampuan dasar
tersebut adalah cipta, rasa, karsa, karya dan budi luhur. Di samping itu
manusia juga dikarunia kebebasan untuk memanfaatkan potensi tersebut. Dengan
kemampuan ini manusia dapat memahami segala hal yang berkembang di sekitar dunianya, mampu menangkap maknanya, mampu memberikan penilaian dan selanjutnya
menentukan pilihan terhadap hal-hal yang akan dilaksanakan atau dihindarinya,
yang harus dipertanggung jawabkan.
4)
Bangsa yang
berbudaya Pancasila menghendaki berlangsungnya segala sesuatu dalamsuasana yang
selaras, serasi dan seimbang. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila setiap
warga masyarakat menyadari akan hak dan kewajibannya, menyadari akan peran,
fungsi dan kedudukannya sesuai dengan amanah Tuhan Yang Maha Esa.
5)
Dalam menunjang
hidup manusia, Tuhan menciptakan makhluk lain seperti makhlukjamadi, makhluk
nabati, dan makhluk hewani baik di darat, laut maupun udara, untuk dapat
dimanfaatkan oleh manusia dengan penuh kearifan. Segala makhluk tersebut perlu
didudukkan sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengan fungsinya, peran dan
kedudukannya dalam menciptakan harmoni, dan kelestarian ciptaan-Nya. Setiap
makhluk mengemban amanah dari Tuhan untuk diamalkan dengan sepatutnya.[12]
3.
Realisasi
Pengamalan Pancasila dalam Bidang Ekonomi, Budaya, pendidikan dan Iptek
a.
Bidang ekonomi
Ekonomi yang berdasarkan Pancasila
tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Ekonomi menurut
pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun
terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak
terjadi persaingan bebas yang mematikan (Kaelan, 1996: 193). Dengan demikian
pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan
persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang
lebih besar dan menjanjikan.
b.
Bidang budaya
Kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan lain
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
c.
Bidang pendidikan
Pendidikan adalah salah satu piranti
untuk membentuk kepribadian. Maka dari itu pendidikan yang dilaksanakan harus
sesuai diperhatikan. Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar
Pancasila. Menurut Notonegoro (1973), perlu disusun sistem ilmiah berdasarkan
Pancasila tentang ajaran, teori, filsafat, praktek, pendidikan nasiona, yang
menjadi dasar tunggal bagi penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan manusia yang beriman, bertaqwa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab.[13]
d.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi
Iptek harus memenuhi etika ilmiah,
yang paling berbahaya adalah yang menyangkut hidup mati, orang banyak, masa
depan, hak-hak manusia dan lingkungan hidup. Di samping itu Ilmu pengetahuan
dan teknologi di Indonesia harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila karena
Iptek pada dasarnya adalah untuk kesejahteraan umat manusia.
4.
Realisasi
Pancasila yang Objektif
Realisasi serta pengalaman Pancasila
yang objektif yaitu realisasi serta implementasi nilai-nilai Pancasila dalam
segala aspek penyelenggaraan negara, terutama dalam kaitannya dengan penjabaran
nilai-nilai Pancasila dalam praksis penyelenggaraan negara dan peraturan
perundang-undangan di Indonesia.
5.
Penjabaran
Pancasila yang Objektif
Pengertian Pancasila yang objektif
adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek aspek
penyelenggaraan negara, baik di bidang legislative, eksekutif maupun yudikatif
dan semua bidang kenegaraan dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan
perundang-undangan negara Indonesi.
a.
Pengamalan
secara objektif
Pengamalan pancasila yang obyektif
adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap penyelengaraan negara,
baik di bidang legislatif,eksekutif, maupun yudikatif. Dan semua bidang
kenegaraan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perudang-undangan
negara Indonesia. [14]
C. PENUTUP
Pedoman Umum Implementasi Pancasila
dalam Kehidupan Bernegara ini dimaksudkan agar konsep, prinsip dan nilai yang
terkandung dalam Pancasila dapat diaktualisasikan olehsetiap warganegara
terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pedoman Umum inidapat dipakai
sebagai acuan perumusan berbagai kebijakan publik, agar tujuan implementasi
Pancasila dalam segenap bidang kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara
dapat secarabertahap terwujud sehingga masyarakat, bangsa dan negara dapat
mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Untuk penerapan Pedoman Umum ini
secara langsung pada setiap pemecahan permasalahan aktual yang berkembang,
perlu disiapkan pedoman khusus sebagai derivasi dari Pedoman umum yang
disesuaikan dengan sasaran, kebijakan dan strategi dengan melibat kaninstitusi
yang kompeten dan terkait dengan permasalahannya.
Untuk itu semua, diperlukan komitmen
yang kuat, kerja keras dengan penuh kearifan dari segenap komponen bangsa, demi
terwujudnya masa depan yang cerah dalam naungan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Katoppo
Aristides, Delapanpuluh Tahun Bung karno. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
1994.
Moerdiono dkk, Citra
Negara Persatuan Indonesia, BP-7 Pusat, Jakrta 1996.
Moerdiono dkk,
Disunting Oetojo Oesman, dan Alfian,
Pancasila sebagai Ideologi, BP-7 Pusat 1996,
Mubyarto, Ekonomi
Pancasila,Pusat Studi Ekonomi Pancasila, Universitas Gajah
Mada,Yogyakarta. 2002.
Pamoe Rahadjo
dan Islah Gusmian, Bung karno dan Pancasila, Galang Press 2002.
[3] “Moerdiono dkk, Disunting Oetojo
Oesman, dan Alfian, Pancasila sebagai Ideologi,
BP-7 Pusat 1996,” n.d.
[7] “Mubyarto, Ekonomi
Pancasila,Pusat Studi Ekonomi Pancasila, Universitas Gajah
Mada,Yogyakarta. 2002.,” n.d.
[10] “Moerdiono dkk,
Disunting Oetojo Oesman, dan Alfian, Pancasila
sebagai Ideologi, BP-7 Pusat 1996,” n.d.
[14] “Pamoe Rahadjo
dan Islah Gusmian, Bung karno dan Pancasila, Galang Press 2002.”