Selasa, 13 Desember 2016

implementasi nilai pancasila dan realisasi pancasila yang obyektif dan subyektif


IMPLEMENTASI NILAI PANCASILA DAN REALISASI PANCASILA YANG OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF
A.      PENDAHULUAN
1.        Ketuhanan Yang Maha Esa
a.         Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaanya dan ketaqwaanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dankepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
b.        Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c.         Membina kerukunan hidu di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
d.        Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
e.         Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa
f.          Mengembangkan sikap saling menghormati atas agama masing masing yang di anutnya.[1]





2.        Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
a.      Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
c.      Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
d.      Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
e.      Berani membela kebenaran dan keadilan.
f.       Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
g.      Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban
h.      manusia,tanpamembedan,keturrunan,agama,kepercayaan,jeniskelamin kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.      Persatuan Rakyat Indonesia
a.      Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.      Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c.      Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d.      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e.      Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.[2]



4.      Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
a.      Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
b.      Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c.      Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d.      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e.      Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f.       Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g.      Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
h.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i.        Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a.      Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.[3]
b.      Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c.      Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d.      Menghormati hak orang lain.
e.      Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f.       Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g.      Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
h.      Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum. Suka bekerja keras.
i.        Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
j.        Tidak membedakan seseorang dari segi Ras atau suku,mereka sama sensib dan sepenanggungan.
k.      Menjaga tali persaudaraan antar suku di daerahnya masing-masing.
l.        Bangsa rakyat indonesia di wajiblan ikut serta dalam bela negara.
m.    Menjunjung tinggi  dan mengharumkan nama  baik bangsa indonesia.
n.      Kepribadian yang berupa sifat-sifat hakikat kemanusiaan ”monupluralis”jadi sifat-sifat kemanusiaan yang abstrak umum universal. Dalam pengertian ini disebut kepribadian kemanusiaan, karena termasuk jenis manusia, dan memiliki sifat kemanusiaan.
o.      Kepribadian yang mengandung sifat kemanusiaan, yang telah terjelma dalam sifat khas kepribadian bangsa Indonseia (pancasila) dan ditambah dengan sifat-sifat tetap yang terdapat pada bangsa Indonesia, ciri khas, karakter, kebudayaan dan lain sebagainnya.[4]



B.       PEMBAHASAN
1.        Implementasi Pancasila dari Masa ke Masa
a.         Masa Orde Lama.
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka.
Masa orde lama adalah masa  pencarian bentuk implementasi Pancasila terutema dalam sistem kenegaraan yang bermartabat, Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966. Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar islam. Pada periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih tinggi ketika menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan kemerdekaan indonesia,Namun setelah penjajah dapat diusir, persatuan mulai mendapat tantangan.
Sistem ini menyebabkan tidak adanya stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil.[5]

Pada periode 1950-1959, walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya yang liberal sehingga lebih menekankan hak-hak individual. Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan RMS,PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik, demokrasiberjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis.
Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku,dan kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiranterhadap Pancasila dalam konstitusi.
Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politikkonfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis,yang   ternyata tidak cocok bagi NKRI.[6]
Terbukti  adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila,dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.
Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional.
Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Walaupun posisi Indonesia tetap dihormati di dunia internasional dan integritas wilayah serta semangat kebangsaan dapatditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah Pancasila telah diarahkan sebagai ideology otoriter,konfrotatif dan tidak member ruang pada demokrasi bagi rakyat.
b.        Masa Orde Baru.
Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila.
Situasi internasional kala itu masih diliputi konflik perang dingin. Situasi politik
dan keamanan dalam negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut. Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit,memberikan sandang dan pangan kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan strategi dan politik di arena internasional seperti yang dilakukan oleh Soekarno.[7]
Dilihat dari konteks zaman, upaya Soeharto tentang Pancasila, diliputi oleh paradigma yang esensinya adalah bagaimana menegakkan stabilitas guna mendukung rehabilitasi dan pembangunan ekonomi. Istilah terkenal pada saat itu adalah stabilitas politik yang dinamis diikuti dengan trilogi pembangunan.
Perincian pemahaman Pancasila itu sebagaimana yang kita lihat dalam konsep P4 dengan esensi selaras,serasi dan seimbang.Soeharto melakukan ijtihad politik dengan melakukan pemahaman Pancasila melalui apa yang disebut dengan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Itu tentu saja didasarkan pada pengalaman era sebelumnya dan situasi baru yang dihadapi bangsa.
Pada awalnya memang memberi angin segar dalam pengamalan Pancasila, namun beberapa tahun kemudian kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila.
Walaupun terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat dan penghormatan dari dunia internasional, Tapi kondisi politik dan keamanan dalam negeri tetap rentan, karena pemerintahan sentralistik dan otoritarian. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah dan tertutup bagi tafsiran lain. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara.
Pancasila seringkali digunakan sebagai legimitator tindakan yangmenyimpang Ia dikeramatkan sebagai alasan untuk stabilitas nasional daripada sebagai ideologi yang memberikan ruang kebebasan untuk berkreasi. Kesimpulan,Pancasila selama Orde Baru diarahkan menjadi ideology yang hanya menguntungkan satu golongan, yaitu loyalitas tunggal pada pemerintah dan demi persatuan dan kesatuan hak-hak demokrasi dikekang.[8]

c.         Masa Orde Reformasi
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain.
Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba,Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat.
Namun,disisilain justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yangberpotensitindakankekerasan.[9]
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara.




Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima sila (sikap,prinsip,pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki empat Presiden.Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai masalah.Pada era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri, Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tapi hanya sebatas pada retorika pernyataan politik.[10]
Ditambah lagi arus globalisasi dan arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
2.        Implementasi Pancasila di Berbagai Bidang
a.         Bidang Politik dan Hukum
Partai politik di Indonesia selain sebagai pilar demokrasi yang memiliki peran sebagai sarana artikulasi, komunikasi dan sosialisasi aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, sebagai arena pendidikan politik rakyat dan pembentuk kader bangsa serta sebagai sarana penyelesaian konflik, kegiatannya harus selalu dalam kerangka acuan (frame of reference) Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian partai politik di Indonesia harus bertujuan sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional.
b.        Bidang Sosial-Budaya
Implementasi konsep, prinsip dan nilai Pancasila dalam bidang sosial budaya diantaranya adalah sebagai berikut :
1)       Bangsa yang berbudaya Pancasila adalah bangsa yang berpegang pada prinsip religiositas,pengakuan bahwa manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, maka manusia hendaknya mampu menempatkan diri secara tepat dalam hubungan dengan Tuhannya.[11]
2)       Pertama ia harus yakin akan adanya Tuhan sebagai kekuatan gaib, yang menjadikan alam semesta termasuk manusia, yang mengatur danmengelolanya sehingga terjadi keteraturan, ketertiban dan keharmonian dalam alam semesta.Kedua, sebagai akibat dari keyakinannya itu, maka manusia wajib beriman dan bertakwa kepada-Nya, yakni mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
3)       Bangsa yang berbudaya Pancasila berpandangan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan dikaruniai berbagai kemampuan dasar, dengan kapasitas rasional dan memiliki hati nurani, yang membedakan manusia dari makhluk lain ciptaan Tuhan. Kemampuan dasar tersebut adalah cipta, rasa, karsa, karya dan budi luhur. Di samping itu manusia juga dikarunia kebebasan untuk memanfaatkan potensi tersebut. Dengan kemampuan ini manusia dapat memahami segala hal yang berkembang  di sekitar dunianya,  mampu menangkap maknanya,  mampu memberikan penilaian dan selanjutnya menentukan pilihan terhadap hal-hal yang akan dilaksanakan atau dihindarinya, yang harus  dipertanggung jawabkan.
4)       Bangsa yang berbudaya Pancasila menghendaki berlangsungnya segala sesuatu dalamsuasana yang selaras, serasi dan seimbang. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila setiap warga masyarakat menyadari akan hak dan kewajibannya, menyadari akan peran, fungsi dan kedudukannya sesuai dengan amanah Tuhan Yang Maha Esa.
5)       Dalam menunjang hidup manusia, Tuhan menciptakan makhluk lain seperti makhlukjamadi, makhluk nabati, dan makhluk hewani baik di darat, laut maupun udara, untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia dengan penuh kearifan. Segala makhluk tersebut perlu didudukkan sesuai dengan peruntukannya, sesuai dengan fungsinya, peran dan kedudukannya dalam menciptakan harmoni, dan kelestarian ciptaan-Nya. Setiap makhluk mengemban amanah dari Tuhan untuk diamalkan dengan sepatutnya.[12]



3.        Realisasi Pengamalan Pancasila dalam Bidang Ekonomi, Budaya, pendidikan dan Iptek
a.         Bidang ekonomi
Ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan (Kaelan, 1996: 193). Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan.
b.        Bidang budaya
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
c.       Bidang pendidikan
Pendidikan adalah salah satu piranti untuk membentuk kepribadian. Maka dari itu pendidikan yang dilaksanakan harus sesuai diperhatikan. Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila. Menurut Notonegoro (1973), perlu disusun sistem ilmiah berdasarkan Pancasila tentang ajaran, teori, filsafat, praktek, pendidikan nasiona, yang menjadi dasar tunggal bagi penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.[13]

d.        Ilmu pengetahuan dan teknologi
Iptek harus memenuhi etika ilmiah, yang paling berbahaya adalah yang menyangkut hidup mati, orang banyak, masa depan, hak-hak manusia dan lingkungan hidup. Di samping itu Ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila karena Iptek pada dasarnya adalah untuk kesejahteraan umat manusia.
4.        Realisasi Pancasila yang Objektif
Realisasi serta pengalaman Pancasila yang objektif yaitu realisasi serta implementasi nilai-nilai Pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara, terutama dalam kaitannya dengan penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam praksis penyelenggaraan negara dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
5.        Penjabaran Pancasila yang Objektif
Pengertian Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang legislative, eksekutif maupun yudikatif dan semua bidang kenegaraan dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan negara Indonesi.
a.         Pengamalan secara objektif
Pengamalan pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap penyelengaraan negara, baik di bidang legislatif,eksekutif, maupun yudikatif. Dan semua bidang kenegaraan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perudang-undangan negara Indonesia. [14]



C.  PENUTUP
Pedoman Umum Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Bernegara ini dimaksudkan agar konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat diaktualisasikan olehsetiap warganegara terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pedoman Umum inidapat dipakai sebagai acuan perumusan berbagai kebijakan publik, agar tujuan implementasi Pancasila dalam segenap bidang kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara dapat secarabertahap terwujud sehingga masyarakat, bangsa dan negara dapat mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Untuk penerapan Pedoman Umum ini secara langsung pada setiap pemecahan permasalahan aktual yang berkembang, perlu disiapkan pedoman khusus sebagai derivasi dari Pedoman umum yang disesuaikan dengan sasaran, kebijakan dan strategi dengan melibat kaninstitusi yang kompeten dan terkait dengan permasalahannya.
Untuk itu semua, diperlukan komitmen yang kuat, kerja keras dengan penuh kearifan dari segenap komponen bangsa, demi terwujudnya masa depan yang cerah dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.








DAFTAR PUSTAKA

Katoppo Aristides, Delapanpuluh Tahun Bung karno. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 1994.
Moerdiono dkk, Citra Negara Persatuan Indonesia, BP-7 Pusat, Jakrta 1996.
Moerdiono dkk, Disunting Oetojo Oesman,  dan Alfian, Pancasila sebagai Ideologi, BP-7 Pusat 1996,
Mubyarto, Ekonomi Pancasila,Pusat Studi Ekonomi Pancasila, Universitas Gajah Mada,Yogyakarta. 2002.
Pamoe Rahadjo dan Islah Gusmian, Bung karno dan Pancasila, Galang Press 2002.














[1] “Katoppo Aristides, Delapanpuluh Tahun Bung karno. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 1994.,” n.d.
[2] Moerdiono dkk, Disunting Oetojo Oesman, SH dan Alfian, “Pancasila sebagai Ideologi,” n.d.
[3] “Moerdiono dkk, Disunting Oetojo Oesman,  dan Alfian, Pancasila sebagai Ideologi, BP-7 Pusat 1996,” n.d.
[4] “Moerdiono dkk, Citra Negara Persatuan Indonesia, BP-7 Pusat, Jakrta 1996.,” n.d.
[5] Gangga derwantara, “implementasi dan realisasi idiologi pencasila,”hal 12,2002 n.d.
[6] . mubyarto, “Ekonomi pancasila,” Universitas Gajah Mada,Yogyakarta. 2002, n.d.

[7] “Mubyarto, Ekonomi Pancasila,Pusat Studi Ekonomi Pancasila, Universitas Gajah Mada,Yogyakarta. 2002.,” n.d.
[8] “Pamoe Rahadjo dan Islah Gusmian, Bung karno dan Pancasila, Galang Press 2002.,” n.d.
[9] Tim Penulis, Buku Perkuliahan, diterbitkan oleh Sunan Ampel Press di Surabaya tahun 2013, n.d.

[10] “Moerdiono dkk, Disunting Oetojo Oesman,  dan Alfian, Pancasila sebagai Ideologi, BP-7 Pusat 1996,” n.d.
[11] Katoppo Aristides, “Delapan puluh tahun bung karno” (Pustaka Sinar Harapan, thn 2015 n.d.).
[12] “Pamoe Rahadjo dan Islah Gusmian, Bung karno dan Pancasila, Galang Press 2002.”
[13] “Moerdiono dkk, Citra Negara Persatuan Indonesia, BP-7 Pusat, Jakrta 1996.”
[14] “Pamoe Rahadjo dan Islah Gusmian, Bung karno dan Pancasila, Galang Press 2002.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar